Kedaulatan Pangan, Sinema, dan Kedaulatan Menuturkan
“Sebab dalam konteks warga Palestina, pangan terhubung dengan tanah, dan tanah adalah hal yang sangat berharga bagi kami.”
Kutipan ini diucapkan oleh seorang lelaki tua yang bekerja sebagai petani yang dihadirkan dalam film The Untold Revolution: Food Sovereignty in Palestine. Kutipan ini pun dengan sempurna merangkum keseluruhan tuturan dari film yang berdurasi 26 menit karya Ameen Nayfeh tersebut. The Untold Revolution: Food Sovereignty in Palestine dibuka dengan sebuah wawancara pendek terhadap seorang pemuda Palestina bernama Mohamad Khweira. Ia telah empat tahun lamanya bekerja sebagai petani usai lulus dari perguruan tinggi. Perjalanan agrikulturalnya bermula dari sang ibu, Iman Turkman, yang mewariskan pengetahuan pertanian dari kakek buyut Mohamad kepada Mohamad.
Film karya sutradara Palestina-Yordania yang dirilis pada
tahun 2021 ini kemudian mengantarkan kita pada perjuangan Iman Turkman
memperkenalkan dan mempraktikkan agroekologi kepada keluarga dan warga desanya.
Meski mulanya mendapat tentangan karena warga telah terbiasa dengan tradisi
sebelumnya, Iman terus menjalankan praktik produksi pangan yang berkelanjutan
secara ekologis dan sosial. Keberhasilan Iman menuai dukungan dan praktiknya
pun berubah menjadi gerakan produksi pangan yang mengutamakan tak hanya keamanan
pangan, namun juga kedaulatan dan swasembada pangan.
Penelusuran terhadap lanskap Palestina diiringi oleh tuturan
para pelaku agroekologi yang menceritakan bagaimana pertanian adalah praktik
dan keilmuan yang diwariskan serta bagaimana hal tersebut membangun
keterhubungan manusia-manusia Palestina dengan bumi yang dipijaknya. Narasi
film pun berkembang dengan memperlihatkan bagaimana ketangguhan warga Palestina
perihal membudayakan pangan yang berdaulat di tengah kondisi okupasi Israel
yang berkepanjangan dan permasalahan monopoli pangan global.
Kesadaran bahwa tanah dan pangan menjadi pondasi
keterhubungan warga Palestina dengan wilayah Palestina itu sendiri dihadirkan
lewat bidikan-bidikan kamera yang berfokus pada gerak cocok tanam dan lanskap
Palestina. Ameen Nayfeh secara konstan menghadirkan tokoh-tokohnya seperti
Mohamad Khweira dan Iman Turkman di antara kegiatan mereka bercocok tanam. Latar
film pun nyaris selalu berada di area pertanian, menekankan konteks penting
tentang tanah dan pertanian pada film ini. Durasi yang ringkas dan bidikan yang
efisien Ameen Nayfeh pun dengan lekas menghantarkan penonton pada hubungan yang
kompleks antara lahan, penjajahan, pangan, tanah, warisan pengetahuan, dan
otonomi warga.
Pada penghujung, film ini menghadirkan muda-mudi di kota di
penguruan tinggi yang menjadikan sebidang lahan kosong sebagai ruang produksi
pangannya. Hal tersebut dilakukannya dalam rangka membangun keterhubungan
mereka sebagai generasi muda dengan tanah Palestina yang mereka pijak. Dalam
praktik yang dilakukannya, mereka juga berniat membangun relasi yang konkret
antara teori-teori sosial yang dipelajari dengan praktik keseharian dalam
produksi pangan. Ameen Nayfeh lantas dengan cermat menyatukan narasi sejarah
dan keagensian personal orang-orang Palestina dalam mengupayakan kedaulatan
pangannya. Dan keagensian ini diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Saya pribadi cukup yakin bahwa keputusan membidik persoalan
ini pun adalah upaya cermat Ameen Nayfeh menegaskan pentingnya dokumentasi
terhadap bentuk-bentuk kehidupan Palestina, terutama mengingat konteks okupasi
yang terus berlangsung tanpa henti. Dalam kondisi genosida yang telah lebih
dari 100 hari berlangsung di Gaza oleh Israel hari ini, sinema dan arsip
kehidupan kembali menemui tugas pentingnya perihal menjadi perangkat mnemonic tentang apa
yang hari ini tengah dihancurkan tanpa ampun. Seringkali masifnya gambaran
kehancuran juga membuat kita lupa tentang kehidupan yang sudah ada dan
seharusnya berhak terus ada. Mengingat dan melihat kehidupan menjadi aksi
politis yang sekurangnya tubuh kita bisa lakukan dalam hal menyampaikan
keberpihakan.
Sinema yang menuturkan kehidupan di Palestina ini telah
menjadi bentuk keagensian orang-orang Palestina perihal meletakkan sendiri
narasi mereka tentang Palestina ke tengah-tengah pertarungan wacana dan narasi
media global. Sama halnya dengan bagaimana memproduksi pangan menghantarkan
pada kedaulatan pangan, maka memproduksi tuturan audiovisual lewat sinema pun
menjadi jalan kedaulatan menuturkan sejarah.
Terima kasih kepada Valencia Winata yang sudah membantu
proses proofreading dan memberi masukan.