Menilik Ibukota Lewat 'Jakarta Kultur'
Pentas Lakon 'Arwah-Arwah' sebagai pembuka acara JaKul |
Senin, 28 Maret 2016 lalu Aula Nurcholish Madjid Universitas
Paramadina digubah menjadi sebuah gedung pertunjukan. Naskah ‘Arwah-Arwah’
karya W.B Yeats yang disutradarai oleh Aa Saepudin dipentaskan sebagai pembuka
rangkaian acara ‘Jakarta Kultur; Jakarta Punya Siape?’. Tak hanya pentas teater
lakon Arwah-Arwah, acara Jakarta Kultur yang berlangsung dari 28 -31 Maret 2016
juga menampilkan pertunjukan teater lakon RT 00/RW 00, Malam Puisi, workshop
fotografi, talkshow tentang Jakarta, bazaar kuliner Betawi serta Orkes Musik.
Acara yang dihadirkan oleh UKM kafha Paramadina ini
mengangkat fenomena urban yang hadir di Jakarta. Menurut koordinator umum UKM
kafha- Husein Alattas, UKM kafha merupakan laboratorium kemanusiaan dan
kebudayaan yang fokus pada isu-isu seputar kedua nilai tersebut. ”Program kami
bervariasi mulai dari teater, diskusi liberal arts, pengkaderan hingga
pengembangan media. Umumnya setiap program bermuatan isu kebudayaan dan
kemanusiaan. Namun titik tekannya justru pada proses pembuatan dan persiapan
program yang mengutamakan kemanusiaan sejak dalam hal terkecil.” Ungkap Husein.
Berangkat dari program kaderisasi jenjang pertama bernama
Akselerasi, acara Jakarta Kultur dimaksudkan untuk menjadi refleksi potret
kemanusiaan dan kebudayaan di Jakarta.
Melalui berbagai acara, kader baru UKM kafha berusaha menyampaikan kegelisahannya akan fenomena urban di Jakarta. Bahwa Jakarta tak melulu soal macet dan hedonisme semata, tapi juga menyoal kemiskinan, harapan, impian dan asimilasi yang terjadi begitu cepat. Menurut Kevin Kristantio selaku Ketua Pelaksana Jakarta Kultur, Jakarta menjadi topik yang asik untuk diperbincangkan menilik karakternya yang begitu dinamis, urban namun juga begitu senjang. Asimilasi dan urbanisasi yang terjadi secara terus menerus menciptakan ekspresi budaya yang ragam dan identifikasi budaya menjadi sulit. Sehingga kemudian muncul pertanyaan; manakah yang sebetulnya dapat disebut sebagai budaya Jakarta.
Melalui berbagai acara, kader baru UKM kafha berusaha menyampaikan kegelisahannya akan fenomena urban di Jakarta. Bahwa Jakarta tak melulu soal macet dan hedonisme semata, tapi juga menyoal kemiskinan, harapan, impian dan asimilasi yang terjadi begitu cepat. Menurut Kevin Kristantio selaku Ketua Pelaksana Jakarta Kultur, Jakarta menjadi topik yang asik untuk diperbincangkan menilik karakternya yang begitu dinamis, urban namun juga begitu senjang. Asimilasi dan urbanisasi yang terjadi secara terus menerus menciptakan ekspresi budaya yang ragam dan identifikasi budaya menjadi sulit. Sehingga kemudian muncul pertanyaan; manakah yang sebetulnya dapat disebut sebagai budaya Jakarta.
“Tema ‘Jakarta Punya Siape?’ sebetulnya kami dapatkan dari
ISS (bagian kebersihan kampus) yang kebetulan lewat saat kami diskusi. ISS ini
tiba-tiba nyeletuk ‘Jakarta punya siape?’. Dari situlah terlintas di benak kami
pertanyaan yang sama. Jakarta adalah ibu kota yang diisi banyak pendatang namun
masih dihuni juga oleh penduduk aslinya yaitu orang Betawi. Jadi, sebetulnya Jakarta
itu punya siapa? Budaya mana yang harus dijaga di Jakarta?
Pertanyaan-pertanyaan ini berusaha kami ekspresikan lewat Jakarta Kultur.” Ungkap
Kevin.
Tak sekedar mengangkat Jakarta sebagai tajuk utama rangkaian
acaranya, dalam berbagai mata acara yang hadir di Jakarta Kultur atau JaKul, sejumlah
fenomena seputar Jakarta sengaja dihadirkan. Dalam pentas teater berjudul RT
00/RW 00, urbanisasi di Jakarta hadir dalam wajah kemiskinan. Mereka yang
datang mengejar impian ke ibukota kadang justru terserak dan terlantar di
kolong jembatan tanpa pekerjaan ataupun hunian yang layak. Melalui pentas yang diangkat
dari naskah karya Iwan Simatupang dan disutradarai oleh Ravi Septian ini, JaKul
menghadirkan potret pahitnya kehidupan di ibukota khususnya bagi mereka yang
hidup di kolong-kolong jembatan.
Pentas Lakon RT 00/RW 00 dalam acara Jakarta Kultur kafha Paramadina
|
Selanjutnya, JaKul juga menghadirkan Malam Puisi bertema Jakarta. Civitas akademika Universitas
Paramadina dan tamu yang hadir membacakan puisi baik dari karya pribadi maupun
karya pujangga lain. Kemudian terdapat pula talkshow seputar Jakarta yang
dibuka dengan tradisi Palang Pintu khas Betawi oleh siswa dari SMA 79 Jakarta. Talkshow
ini mengundang sejarahwan J.J Rizal, Abdul Aziz Khafia dari DPD perwakilan DKI
Jakarta serta Komunitas Agenda 18 yang merupakan komunitas penulis muda
Jakarta. Selain itu, masih ada workshop fotografi bersama fotografer dokumenter
Fachry Latief serta lomba fotografi yang mengupas kehidupan di Jakarta.
Puncaknya, rangkaian acara JaKul kemudian ditutup dengan
orkes musik yang menampilkan berbagai musisi muda ibukota. Kojek yang merupakan
rapper asal Betawi sukses menghibur penonton Orkes Musik JaKul melalui musiknya
yang kental dengan unsur Betawi namun tetap terasa modern. “Semoga dengan
hadirnya Jakarta Kultur, kaum muda Jakarta bisa lebih menghargai sejarah serta
kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan Jakarta tempat kita tinggal. Semoga ke
depannya semangat memanusiakan manusia bisa senantiasa dilestarikan.” Pungkas
Husein.
Kojek merupakan rapper asal Betawi yang secara apik berhasil memadupadankan rap dan
kekhasan Betawi.
|